Mereka memanggilku dian, panggilan itu kudapati saat mengawali bangku SMA. Dahulu mereka memanggilku dengan nama LESTARI. Namun semenjak pindah sekolah ke ibukota. Teman sebangku-ku memaksaku untuk menggunakan nama DIAN, dengan alasan agar tak tampak berasal dari kampung.
Ayahku adalah seorang direktur sebuah perusahaan swasta yang mengawali karirnya dari kota terpencil. Karena impian dan cita citanya yang bagitu keras ingin membahagiaan orang orang yang dicintainya. Membuatku sering berpindah pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Teman adalah hanya sebuah catatan kecil di buku harianku saja. Sahabat.. dan kerabat.. adalah kenangan indah yang menemani aku dari gambaran kertas photo saja. Paling lama aku menempati suatu daerah tempat ayahku bertugas hanya tiga tahun saja. Selebihnya, impian ayahku justru mengganggu impian putri semata wayangnya ini. Namun bagi Ayahku, semua ini adalah yang terbaik. Karena apapun yang dilakukannya selalu berhasil, Dia menganggap dirinya selalu benar.
Ibuku, adalah sosok yang sangat sabar. Dia adalah sosok yang sangat aku kagumi. Dia mengajarkan padaku bagaimana seharusnya bersikap dalam menghadapi lingkungan, hidup dan semakin kerasnya dunia yang bagiku tak bersahabat ini.
Pada suatu ketika, aku yang kini akrab dipanggil dengan nama DIAN meski aku tak menyukainya. Mencoba untuk mengajari mulutku untuk bernyanyi lagu yang ceria, meski hatiku selalu berlawanan dengan alunan nada tersebut. Kata ibuku "kamu suatu saat akan mengerti tentang nyanyian kehidupan yang kamu nyanyikan.
Setiap pagi, pada pukul 8, aku sudah berangkat menuju sekolah. Mobil milik ayahku beserta pak slamet selalu menjadi kawan hari hariku. Pak slamet adalah supir yang mengabdi pada ayahku selama bertahun tahun. Keluargnya tinggal bersama keluargaku kemanapun kami pergi. Istrinya juga menjadi pembantu dikeluargaku. Dan putra putrinya, dititipkan dikampung halaman bersama kakek neneknya.
Hari hari tak kian berwajah ceria, sapaan tanpa ikatan rasa adalah hal yang wajar. Tak ada yang bisa aku banggakan dari diriku yang hanya lebih suka berlama lama di perpustakaan. Atau hanya membeli buku dan buku setiap harinya.
Melihat kawanku tertawa, tak hendak aku merekatkan duniaku pada mereka. Aku berbeda... Pendiam dan berbeda... Banyak yang mengatakan bahwa jika aku merubah sedikit penampilanku, maka seluruh dunia akan tunduk pada genggamanku. Tetap bagiku.. Tiada artinya jika jiwa ini, telah terbiasa kosong dan kosong.
Ketika jenuh, aku mengikuti kegiatan extra kulikuler di sekolah. Aku sangat menyukai seni teather. Dan percaya atau tidak.. dari sinilah awal cerita ini berasal..
(bersambung..)